Pages

Senin, 27 September 2010


MASJID TAEWON SOUT KOREA

Sabtu, 30 Januari 2010

Niat

Dari Amirul Mu’minin, (Abu Hafsh atau Umar bin Khottob rodiyallohu’anhu) dia berkata: ”Aku pernah mendengar Rosululloh shollallohu’alaihi wassalam bersabda: ’Sesungguhnya seluruh amal itu tergantung kepada niatnya, dan setiap orang akan mendapatkan sesuai niatnya. Oleh karena itu, barangsiapa yang berhijrah karena Alloh dan Rosul-Nya, maka hijrahnya kepada Alloh dan Rosul-Nya. Dan barangsiapa yang berhijrah karena (untuk mendapatkan) dunia atau karena wanita yang ingin dinikahinya maka hijrahnya itu kepada apa yang menjadi tujuannya (niatnya).’” (Diriwayatkan oleh dua imam ahli hadits ; bukhari & Muslim)

Diterima atau tidaknya dan sah atau tidaknya suatu amal tergantung pada niatnya. Demikian juga setiap orang berhak mendapatkan balasan sesuai dengan niatnya dalam beramal. Dan yang dimaksud dengan amal disini adalah semua yang berasal dari seorang hamba baik berupa perkataan, perbuatan maupun keyakinan hati.

Fungsi Niat
Niat memiliki 2 fungsi:
1. Jika niat berkaitan dengan sasaran suatu amal (ma’bud), maka niat tersebut berfungsi untuk membedakan antara amal ibadah dengan amal kebiasaan.
2. Jika niat berkaitan dengan amal itu sendiri (ibadah), maka niat tersebut berfungsi untuk membedakan antara satu amal ibadah dengan amal ibadah yang lainnya.

Jika para ulama berbicara tentang niat, maka mencakup 2 hal:

1. Niat sebagai syarat sahnya ibadah, yaitu istilah niat yang dipakai oleh fuqoha’.

2. Niat sebagai syarat diterimanya ibadah, dengan istilah lain: Ikhlas.
Niat pada pengertian yang ke-2 ini, jika niat tersebut salah (tidak Ikhlas) maka akan berpengaruh terhadap diterimanya suatu amal, dengan perincian sebagai berikut:

a. Jika niatnya salah sejak awal, maka ibadah tersebut batal.

b. Jika kesalahan niat terjadi di tengah-tengah amal, maka ada 2 keadaan:
- Jika ia menghapus niat yang awal maka seluruh amalnya batal.
- Jika ia memperbagus amalnya dengan tidak menghapus niat yang awal, maka amal tambahannya batal.

c. Senang untuk dipuji setelah amal selesai, maka tidak membatalkan amal.

Beribadah dengan Tujuan Dunia
Pada dasarnya amal ibadah hanya diniatkan untuk meraih kenikmatan akhirat. Namun terkadang diperbolehkan beramal dengan niat untuk tujuan dunia disamping berniat untuk tujuan akhirat, dengan syarat apabila syariƔt menyebutkan adanya pahala dunia bagi amalan tersebut. Amal yang tidak tercampur niat untuk mendapatkan dunia memiliki pahala yang lebih sempurna dibandingkan dengan amal yang disertai niat duniawi.

Zuhud

Dari Abul-Abbas Sahl bin Sa’d As-Sa’idi rodhiallohu ‘anhu dia berkata: Seorang laki-laki datang kepada Nabi sholallahu ‘alaihi wa sallam dan berkata, “Wahai Rasulullah, tunjukkan aku suatu amal, jika aku lakukan akau akan dicintai Alloh dan dicintai oleh manusia. “Rasulullah sholallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Zuhudlah terhadap dunia, niscaya dicintai Alloh dan zuhud lah terhadap apa yang dimiliki orang lain, niscaya mereka akan mencintaimu” (Hadits hasan diriwayatkan oleh Ibnu Majah dan imam yang lainnya dengan sanad yang shahih)
Cinta Alloh dapat diraih dengan menunaikan hak-hakNya dan demikian juga cinta manusia dapat diraih dengan menunaikan hak-haknya dan memperlakukan mereka secara adil dan baik. Mendapat cinta Alloh adalah tujuan utama seorang hamba dalam hidupnya, maka wajib bagi seorang hamba untuk mengetahui hal-hal yang mendatangkan kecintaan Alloh. Yg salah satu,y adalah Zuhud
Zuhud adalah meninggalkan sesuatu yang tidak bermanfaat untuk akhirat. Maka zuhud terhadap dunia maksudnya apabila berbuat bukan demi mendapatkan nilai duniawi tetapi semata-mata lillah, maka sama saja baginya mendapat pujian atau mendapat celaan manusia.
Zuhud terhadap milik manusia maksudnya tidak ada dalam hatinya keinginan dan perhatian terhadap sesuatu yang menjadi milik orang lain. Barang siapa yang bisa merealisasikan dalam dirinya zuhud dengan pengertian di atas maka dia akan meraih cinta Alloh dan cinta manusia. insya Allah..............

Sabtu, 12 Desember 2009

"LAIN SYAKARTUM LA-ADZII DANNAKUM WALAIN KAFARTUM INNA AZABI LASYADIID"

Dan (ingatlah), tatkala Tuhanmu mema`lumkan: "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti
Kami akan menambah (ni`mat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (ni`mat-Ku), maka
sesungguhnya azab-Ku sangat pedih".
Orang yang paling beruntung dalam hidup ini bukanlah yg memiliki harta banyak,
pangkat tinggi, gelar,kedudukan dan lainnya, melainkan yg terpenting adalah: 1. Orang yang diberi nikmat kemudian ia bersyukur. 2. Orang yang ketika diberi ujian Allah kemudian ia bersabar, karena kesyukuran dan kesabaran itulah yang membuat dirinya semakin dekat dengan Allah swt.
Oleh karena itulah jika kita berdoa kepada Allah meminta harta, ilmu dan pangkat, ini belum tentu akan membawa kebaikan bagi kita Bila tidak disertai dengan sikap bersyukur dan bersabar, mungkin sebaliknya itu akan menjadi fitnah. Tidak sedikit orang terkenal, tapi berakhir hidupnya dengan bunuh diri. Tidak sedikit orang yang berkedudukan tetapi terhina justru karena kedudukannya.
banyak orang yang menderita dengan keindahan rupanya. Orang yang berharta banyak tetapi
diliputi oleh rasa takut dan kekhawatir akan hartanya, sehingga bertambah kehinaannya karena ketamakannya.
Jadi kalau kita hendak berdoa kepada Allah, sertakanlah kita menjadi orang yang mengingati Nya dan banyak bersyukur di atas anugrah Nya. Karena boleh jadi nikmat itu berubah menjadi laknat atau azab bergantung pd sikap kita . Maka Rasulullah saw. Mengajarkan, hendaklah senantiasa berdoa :
"ALLAHUMMA AINNI A’LA DZIKRIKA WA SYUKRIKA WA HUSNI IBADATIKA".
Ya Allah jadikanlah kami hamba Mu yang sentiasa mengingati Mu dan Hamba mu yang sentiata
mensyukuri nikmat Mu, dan hamba Mu yang melakukan amal kebaikan karena Mu.
Akhi fillah,,,,,,.
Sering di antara kita lebih sibuk memikirkan nikmat yang belum ada dan belum sampai, padahal nikmat kita itu tidak akan tertukar, Allah menciptakan makhluk lengkap dengan rejekinya. kewajiban kita hanya usaha, ihktiar yg diiringi doa setelah itu Tawaktu alallah....biarlah allah yg ngaturnya.
“WA MAA MIN DAABBATIN FIL ARDY ILLA A’LALLAHI RIZQUHAA”
Dan bagi setiap makhluk yang melata di muka bumi, Allahlah yang menanggung rizkinya.
Yang harus selalu kita risaukan adalah justru kita tidak mensyukurinya. Setiap nikmat kalau
disyukuri akan mendatangkan nikmat yang lebih besar. Setiap nikmat kalau disyukuri akan
membuka pintu nikmat yang lainnya. ……………Oleh karena itu, kegigigihan kita sebagai ahli
syukur inilah yang sebetulnya harus kita miliki, kalau kita ingin menikmati hidup ini.
Ahli syukur, adalah seseorang yang hatinya tidak merasa memiliki dan dimiliki, kecuali menyadari semuanya milik Allah. Tidak ada nikmat sekecil apa pun kecuali dari Allah. Tidak ada istilah kebetulan, melainkan semua nikmat diatur oleh Allah swt. Sekali lagi Orang yang senantiasa bersyukur (ahli syukur) cirinya :
1. Sekecil apapun nikmat akan disyukurinya. Akibatnya akan merasakan kebahagiaannnya
sampai ke hal-hal yang kecil. Berbeda dengan yang tidak tahu bersyukur, dia letih dan susah
memikirkan nikmat yang belum ada. Akibatnya jangankan nikmat yang belum ada, yang sudah
ada saja tak ternikmati. Ingatlah Ahli syukur tidak pernah kehilangan kesempatan untuk
menikmati setiap nikmatnya, krn sikap syukurnya itu yang membuat ia nikmat.
2. Ahli syukur , Selalu memuji Allah dalam setiap kesempatan. Setiap kali ia mendapat pujian
tidak merasa itu miliknya. Semua yang membuatkan kita dipuji adalah karunia Allah. Oleh karena itulah tidak layak kita menjadi orang yang menikmati pujian, sehingga kita membohongi diri sendiri. Sebaik-baik orang yang bersyukur, yang selalu berbahagia adalah yang ketika dipuji
mengembalikan pujian itu kepada Allah swt. Dengan Ucapan “Al-Hamdulillah Rabbil A’lamin”
Segala puji hanyalah bagi Allah, hanyalah milik Allah, tuhan sekalian alam.
3. Ahli Syukur, Selalu berterima kasih kepada orang yang menjadi jalan nikmat bagi dirinya.
Semua nikmat ada jalur-jalurnya. Mungkin nikmat kita melalui seseorang. Orang yang tahu
bersyukur itu senang sekali untuk merenungi dan mengingati kebaikan orang lain dan
membalasnya. Dan orang-orang yang bersyukur inilah yang akan menikmati kehidupan yang
penuh dengan nikmat.
4. Ahli Sykur, akan memanfaatkan nikmat yang ada untuk mendekatkan diri kepada Allah. Lisan mengucapkan Al-Handulilah kepada Allah dan terima kasih kepada sesama manusia. dahi
dipakai banyak bersujud. Mata dipakai melihat kebenaran ilmu dan Al Quran. Lidah dipakai
banyak menyebut nama Allah, berdoa, menasehati kebaikan dan kebenaran, dan harta kekayaan dinafkahkan di jalan Allah.
Ingtalah bahwa Ilmu, kekayaan dan kesempatan adalah nikmat.
Allah menjanjikan setiap nikmat yang disyukuri akan mengundang nikmat yang lainnya. Tidak
usah bingung terhadap nikmat yang belum ada, karena nikmat yang belum ada bukan urusan
kita, itu hak mutlak Allah. Urusan kita mensyukuri nikmat yang ada.
Akhi fillah.......
Nikmatnya ahli syukur ialah akan bebas dari fikiran yang sia-sia, dari menyusahkan dirinya, bahkan akan dimudahkan oleh Allah untuk mendapatkan nikmat-nikmat yang belum terpikirkan olehnya.
Kita yakinkan dalam diri kita : kita banyak angan-angan dan keinginan yang kita harapkan, tetapi tidak semua yang diharapkan akan kita dapatkan, kewajiban kita adalah mensyukuri apa yang kita peroleh, maka jadilah manusia Ahli Syukur.
Amin Allahumma Aminn.........

Sabtu, 07 November 2009

Syuhroh (Popularitas)

Ketenaran (popularitas) memang mahal harganya. Betapa banyak orang yang rela mengorbankan banyak harta benda hanya karena untuk memperoleh ketenaran. Mereka selalu berusaha tampil beda agar bisa menarik perhatian umat dunia. Bahkan ada yang rela untuk melakukan hal-hal yang aneh dan yang diharamkan oleh Allah hanya untuk memperoleh popularitas (sebagaimana penulis pernah membaca pengakuan seorang wanita yang rela untuk berfoto setengah telanjang -bukan setengah lagi, tapi 90%, karena hanya tersisa beberapa utas benang atau secarik kain yang menutupi tubuhnya, “awas jangan dibayangkan!!”-, padalah dia hanya dibayar sangat rendah. Dia mengaku bahwasanya semua itu agar dia menjadi tenar. Na’udzu billahi min dzalik), yang toh setelah perjuangan dan pengorbanannya tersebut dia belum tentu tersohor. Kalaupun terkenal, toh belum tentu bertahan lama. Namun bagaimanapun popularitas merupakan sesuatu impian yang didambakan oleh banyak manusia
Sebagaimana yang kita saksikan sekarang ini. Hampir seluruh keanehan-keanehan yang dilakukan oleh manusia sesungguhnya dikarenakan cinta popularitas. Kita lihat ada orang yang mengecet rambutnya bewarna warni, ada yang kepalanya setengah gundul dan setengahnya rambutnya panjang hingga bahunya dan dicat hijau ada yang rambutnya cuma ditengah saja panjang adapun sisanya gundul padahal saat itu dia mungkin dia lagi umroh, ada yang dipotong seperti warna macan tutul (botak gundul, botak gundul), ada yang tengahnya gundul dan kanan kiri kepalanya ada rambutnya, ada yang seluruh kepalanya gundul namun tersisia satu pelintiran yang panjang sekali, dan model-model yang lainnya yang banyak sekali dan aneh-aneh. Ini, padahal baru masalah rambut, belum masalah telinga, hiasan leher, apalagi model pakaian. Yang semua ini hanyalah dilakukan demi ketenaran. Demi Allah, seandainya salah mereka itu tinggal di hutan yang tidak ada manusianya sama sekali kecuali dia sendiri, dan dia hanya berteman binatang dan pepohonan, demi Allah dia tidak akan melakukan hal-hal aneh yang telah dia lakukan, karena tidak ada manusia yang memperhatikannya. Kalau dia tetap aneh juga maka dia akan terkenal diantara para hewan. Popularitas merupakan kenikmatan dunia yang mahal harganya.

Penyakit cinta ketenaran ternyata tidak hanya menimpa orang awam saja yang tidak mengetahui perkara-perkara agama, namun juga menjangkiti para ahli ibadah dan para penuntut ilmu syar’i. Walaupun memang bentuknya berbeda, namun hakekatnya sama adalah cinta popularitas. Ahli ibadah juga pingin kesungguhannya dalam beribadah diketahui oleh para ahli ibadah yang lain, ahli ilmu pun ingin orang lain tahu bahwasanya dia adalah seorang yang pandai, sehingga akhirnya martabatnya tinggi dihadapan manusia. Penyakit inilah yang dalam kamus agama disebut penyakit riya’ (pingin dilihat orang) dan sum’ah (pingin didengar orang).

Manusia begitu bersemangat untuk menutupi kejelekan-kejelekan mereka, mereka tutup sebisa mungkin, kejelekan sekecil apapun, dibungkus rapat jangan sampai ketahuan. Hal ini dikarenakan mereka menginginkan mendapatkan kehormatan dimata manusia. Dengan terungkapnya kejelekan yang ada pada mereka maka akan turun kedudukan mereka di mata manusia. Seandainya mereka juga menutupi kebaikan-kebaikan mereka, -sekecil apapun kebaikan itu, jangan sampai ada yang tahu, siapapun orangnya (saudaranya, sahabat karibnya, guru-gurunya, anak-anaknya, bahkan istrinya) tidak ada yang mengetahui kebaikannya- , tentunya mereka akan mencapai martabat mukhlisin (orang-orang yang ikhlas). Mereka berusaha sekuat mungkin agar yang hanya mengetahui kebaikan-kebaikan yang telah mereka lakukan hanyalah Allah. Karena mereka hanya mengharapkan kedudukan di sisi Allah. Berkata Abu Hazim Salamah bin Dinar “Sembunyikanlah kebaikan-kebaikanmu sebagaimana engkau menyembunyikan kejelekan-kejelekanmu.”
Dalam riwayat yang lain yang diriwayatkan oleh Al-Baihaqi beliau berkata, “Sembunyikanlah kebaikan-kebaikanmu sebagiamana engkau menyembunyikan keburukan-keburukanmu, dan janganlah engkau kagum dengan amalan-amalanmu, sesungguhnya engkau tidak tahu apakah engkau termasuk orang yang celaka (masuk neraka) atau orang yang bahagia (masuk surga)”.
Oleh karena itu banyak para imam salaf yang benci ketenaran. Mereka senang kalau nama mereka tidak disebut-sebut oleh manusia. Mereka senang kalau tidak ada yang mengenal mereka. Hal ini demi untuk menjaga keihlasan mereka, dan karena mereka kawatir hati mereka terfitnah tatkala mendengar pujian manusia.

Berkata Imam Ahmad: “Aku ingin tinggal di jalan-jalan di sela-sela gunung-gunung yang ada di Mekah hingga aku tidak dikenal. Aku ditimpa musibah ketenaran”.

Tidak seorangpun diantara kita yang meragukan akan kesungguhan para sahabat dalam beribadah. Namun walaupun demikian, mereka tidaklah ujub, atau memamerkan amalan mereka kapada manusia, jauh sekali dengan kita, sudah amalannya sedikit, namun diceritakan kemana-mana (Bahkan kalau bisa orang sedunia mengetahuinya). Ada yang berkata, ”Dakwah saya disana…, disini…”, ada juga yang berkata,”Yang menghadiri majelis saya jumlahnya sekian dan sekian…” (padahal kalau dihitung belum tentu sebanyak yang disebutkan, atau memang benar yang hadir majelisnya banyak tetapi tidak selalu. Terkadang yang hadir dalam sebagian majelisnya cuma sedikit, namun tidak dia ceritakan, atau yang hadir banyak tapi pada ngantuk semua, juga tidak dia ceritakan. Pokoknya dia ingin gambarkan pada manusia bahwa dia adalah da’i favorit), ada yang berkata, “Saya sudah baca kitab ini, kitab itu.. hal ini sebagaimana termuat dalam kitab ini atau kitab itu…”(padahal belum tentu satu kitabpun dia baca dari awal hingga akhir, atau bahkan belum tentu dia baca sama sekali secara langsung kitab itu. Namun dia ingin gambarkan pada manusia bahwa mutola’ahnya banyak, agar mereka tahu bahwa dia adalah orang yang berilmu dan gemar membaca). Yang mendorong ini semua adalah karena keinginan mendapat penghargaan dan penghormatan dari manusia.

Wahai saudaraku, ketahuilah… sesungguhnya ikhlas adalah sesuatu yang sangat berat, penuh perjuangan untuk bisa meraihnya. Pintu-pintu yang bisa dimasuki syaitan untuk bisa merusak keikhlasan kita terlalu banyak. Tatkala kita sedang beramal maka syaitanpun berusaha untuk bisa menjadikan kita riya’, kalau tidak bisa menjadikan kita riya’ di permulaan amal, maka dia akan berusaha agar kita riya’ di pertengahan amal. Kalau tidak mampu lagi maka di akhir amalan kita.
Kalau seseorang telah selamat dari tipu daya syaitan hingga selesai amalnya, ingatlah…syaitan tidak putus asa. Dia mulai menggelitik hati orang tersebut dan merayu orang tersebut untuk menceritakan amalan solehnya pada manusia, dan syaitan menipunya dengan berkata, ”Ini bukanlah riya…, supaya kamu bisa dicontohi manusia…”. Akhirnya terjebaklah orang tersebut dan diapun mengungkapkan kebaikan-kebaikannya dihadapan orang, maka bisa jadi diapun menceritakan kabaikan-kebaikannya pada manusia karena riya’, maka ini merupakan kecelakaan baginya, atau kalau tidak maka minimal pahalanya berkurang.
Allah berfirman, yang artinya:
“Jika kalian menampakkan sedekah kalian maka itu adalah baik sekali. Dan jika kalian menyembunyikannya dan kalian berikan kepada orang-orang fakir maka menyembunyikanya itu lebih baik bagi kalian. Dan Allah akan menghapuskan dari kalian sebagian kesalahan-kesalahan kalian, dan Allah maha mengetahui apa yang kalian kerjakan” (QS. Al-Baqoroh: 271).
Wallahu a'lam bissawab.
 

Followers

Sample text

Sample Text

Ala Bizikrillahi Tatmainnul Qulub